P R E T O R
Pretor. Istilah ini ada di kerajaan Romawi kala masih berjaya. Dia dikenal sebagai pembela orangorang tak mampu di depan hukum. Membela manusia yang disangkakan bersalah. Tapi belum tentu bersalah sebelum ada putusan dari raja. Dalam membela, pretor tak meminta. bayaran. Tak ada juga succes fee. Karena, mereka berasal dari kalangan bangsawan.
Mereka rata-rata sudah kaya dan tak lagi mencari harta yang megah. Pretor berjuang demi menegakkan hukum, yang sudah disusun sebelumnya. Pretor menjaga hukum agar tetap beijalan dan dipatuhi. Pretor menjaga kewibawaan raja di depan para rakyatnya. Pretor menjaga setiap orang Romawi cinta akan negerinya karena keberadaban bisa terjaga tanpa takut akan ketertindasan dari sang penguasa. Pretor tak bertugas membebaskan orang yang bersalah. Namun menjaga agar orang yang bersalah itu diberikan sanksi sesuai dengan koridor kesalahannya. Tidak menambahi maupun mengurangi. Peranan pretor membuat Romawi jadi agung dan menjelma jadi imperium yang tangguh.
Karena Pretor bekerja mengikuti sistem yang ada. Setiap warga Romawi yang dituduh, pretor selalu ada untuk mempelajari dulu duduk masalahnya. Bila si tertuduh tak bersalah, pretor memperjuangkannya dengan segala alasan hukum, yang hidup di jaman itu.
Namun pretor cuma ada di jaman dulu. Hanya didapati di era imperium Romawi masih digdaya. Namun kisah kesuksesan pretor tetap jadi inspirasi. Adnan Buyung Nasution mengaku terilhami menjadi pretor ketika berlakon sebagai pengacara. Karena memang pretor hampir tak beda dengan pengacara.
Hanya saja nasibnya beda di Indonesia. Pengacara tak mampu menjaga agar hukum tetap berwibawa. Pengacara justru berlomba mencari harta agar berlimpah. Pengacara tak peduli hukum sudah ditegakkan dan kebenaran materil benar diungkapkan. Pengacara hanya mengedepankan klien dengan motto agar menang disetiap perkara. Pengacara lebih peduli tersangka yang berharta ketimbang rakyat miskin jelata. Pengacara lebih mengunggulkan keahlian mengenali hakim ketimbang keahlian hukum.
Cerita seperti itu bukan bualan semata. Banyak fakta membuktikannya. Bahkan ada yang sudah dipenjara karena ulahnya. Mereka. telah dinyatakan bersalah telah menelikung profesinya. Ito baru yang terungkap. Karena masih banyak kisah-kisah colas pengacara yang tak ketahuan hidung belangnya. Sebab banyak pengacara yang cuma mengejar kemenangan semata. Maju tak gentar membela yang bayar.
Peristiwa inilah yang menyebabkan hukum jadi tak berwibawa. Banyak orang tak percaya dengan pengacara. Karena pengacara lebih mengarah jadi mafia peradilan. Bukannya menjelma jadi pretor yang mulia.
Padahal Indonesia memimpikan menjadi negara hukum (rechtstaat) yang perkasa. Negeri yang sejatinya hidup dengan beradab dengan hukum sebagai panglima. Tapi, apa daya, pengacara lebih tak suka mengarahkan kesana. Orang-orang di bidang ini lebih suka memiliki mobil mewah, rumah megah, istri dua, nama tenar, ketimbang membudayakan agar hukum bisa dijalankan, secara benar.
Berarti, tak salah juga bila Shakespeare juga punya angan-angan. "Let's Kill all the lawyers!!".
Begitu katanya.
Irawan Santoso
(Majalah FORUM Keadilan, 2006)
1 comment:
wow...saya terkesima membaca tulisan anda. Thanks....
Post a Comment