Tiga orang hakim ad hoc Pengadilan Tindak Pidana Korupsi walk out waktu sidang berlangsung. Termasuk contempt of court?
Rabu, 4 Mei 2006. Pagi itu Gedung Uppindo terlihat masih sepi. Pada hari biasa, gedung Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) itu memang tak banyak yang mengunjungi. Dari seluruh gedung, hanya lantai satu saja yang berisi. Itu pun tak terlalu banyak orang.
Pagi itu, suasananya tak beda. Hanya ada beberapa orang yang lalu lalang. Tapi di lantai itu, suasana khusuk begitu terasa. Hering. Padahal jarum jam menunjuk angka sepuluh siang.
Dinginnya air conditioner semakin membuat suasana senyap. Namun sepi itu mendadak hilang terjadi ketika persidangan dibuka. Majelis hakim berjumlah lima orang memasuki ruangan. Di samping kanan, penuntut umum sudah menanti. Di depannya, pengacara sudah berjejer dari tadi. Di tengah ruangan, seorang perempuan berusia 68 tahun, mantan hakim tinggi Pengadilan Tinggi Yogyakarta, duduk sebagai terdakwa. Dialah Harini Wijoso. Dia dituduh melakukan tindak pidana korupsi karena menyuap pegawai negara sewaktu menjadi pengacara Probosutedjo.
Pagi itu memang persidangan Harini lanjutan. Agendanya masih pemeriksaan saksi. Begitu dibuka hakim, jaksa Kahidir Ramly langsung berceloteh. Dia izin berbicara kepada hakim ketua, Kresna Menon. Ramly berkata agak panjang. Seperti menyampaikan prolog. Intinya, dia bilang bahwa perlunya dihadirkan Bagir Manan sebagai saksi dalam persidangan ini. Di mata Ramly, Ketua Mahkamah Agung itu dianggap, sangat penting didengar kesaksiannya untuk membuktikan kesalahan Harini.
Permintaan Ramly itu ternyata ditampik Menon. "Wakil Tuhan" itu tak setuju bila Bagir dihadirkan sebagai saksi. Menon juga beralasan lain. Jadwal sidang di hari itu, katanya, adalah pemeriksaan terdakwa, Harini. Bukan lagi pemeriksaan saksi.
Tak hanya itu. Menurut Menon, setelah membaca proses persidangan dan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Harini, keterangan Bagir dianggap tidak mempunyai kekuatan pembuktian. Menon pun menyodorkan dasar hukumnya. Yaitu Pasal 160 ayat (1) huruf c KUHAP. Isinya, "Dalam hal ada saksi baik yang menguntungkan maupun yang memberatkan terdakwa yang tercantum dalam Surat pelimpahan perkara dan atau yang diminta oleh terdakwa atau penasihat hukum atau penuntut umum selama berlangsungnya sidang atau sebelum dijatuhkannya putusan, hakim ketua sidang wajib mendengarkan saksi tersebut". Nah, Menon menilai kesaksian Bagir tak akan memberatkan atau meringankan Harini. "Jadi tidak perlu," katanya.
Ternyata Ramly tak menerima argumentasi Menon. Dia keberatan. "Bagaimana kami bisa membuktikan dakwaan kami bila Bagir Manan tidak pernah dihadirkan dalam persidangan," cetusnya. Menon juga demikian. Dia juga tak terima Rarnly berkomentar demikian. Tapi sebelum membalas celetukan Ramly itu, mendadak suara datang dari sebelah kiri Menon. Datangnya dari salah seorang anggota majelis hakim. Namanya Achmad Linoch. Laki-laki ini tiba-tiba bersuara. "Interupsi ketua," katanya. Tapi Menon masih tak meladeni. Linoch bersuara lagi. "Interupsi ketua," katanya.
Menon pun bingung. Dia diserang dua orang. Ramly dan anggotanya sendiri. Spontan dia menjawab. "Sebentar-sebentar," ujarnya. Begitu ada kesempatan, Linoch pun berkata, "Interupsi Ketua, oleh karena ada pengajuan untuk kedua kalinya dari penuntut umum, sebaiknya kita musyawarah," tandasnya.
"Tidak ada musyawarah lagi," tegas Menon. "Kalau tidak ada musyawarah, maka saya akan mengundurkan diri," kata Linoch. Benar saja. Laki-laki itu langsung mematikan pengeras suara didepannya. Dia bangkit, beranjak dan berjalan kebelakang. Meninggalkan ruang sidang.
Beberapa detik kemudian, hakim anggota lain ternyata bersikap lama. Mereka adalah Dudu Duswara dan I Made Kama. Alhasil, meja hakim hanya menyisakan dua orang. Tinggal Menon dan Sutiyono.
Harini yang duduk dikursi terdakwa cuma bengong melihat kej adian yang berlangsung didepan matanya.
Menon pun bereaksi cepat. Dia langsung mengetuk palu dua kali. "sidang diskors lima menit," katanya. Lalu Menon dan Sutiyono pergi ke belakang.
Lima menit kemudian mereka keluar lagi. Kembali ke ruangan sidang. Begitu masuk, Menon langsung mengeluarkan pernyataan. Dia bermaksud menunda sidang sepekan kemudian. Tapi pengacara Harini, Effendi sempat berkata-kata. Dia meminta penjelasan tentang ulah diri tiga orang hakim itu. Maksud laki-laki itu, apakah pengunduran diri itu tersebut hanya untuk persidangan hari ini ataukah mundur dari perkara. Tapi Menon tak menjawab. Tangannya langsung digerakkan untuk mengetuk palu tiga kali. Dia langsung menutup sidang dan menyatakan sidang ditunda sampai minggu depan.
Esoknya, komentar pun berdatangan. Aksi tiga hakim yang walk out (WO) itu pun dikecam. "Itu sudah contemp of court", kata Ketua MA, Bagir Manan kepada FORUM (Lihat Wawancara). Komentar lebih pedas datang dari Indra Sahnun Lubis. "Itu jaksanya goblok, hakim ad hoc-nya bodong," tegas wakil Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) itu.
Memang ketiga hakim yang WO itu berasal dari non karir Istilahnya hakim ad hoc. Sedangkan Menon dan Sutiyono hakim karier. Sasaran Sahnun tentu saja ditujukan pada ketiga hakim yang WO itu.
Tapi lain hal di mata Thahir Saimima, wakil ketua Komisi Yudisial (KY). Dia justru menilai tindakan itu belum tentu tergolong contemp of court. "Kita akan lihat dulu latar belakang masalahnya," tandasnya kepada FORUM. Menurut Thahir, KY bakal melakukan pemeriksaan terhadap kelima hakim itu. "Tapi yang ditekankan kepada yang dua (hakim non karier) itu," katanya lagi.
Memang sikap KY seperti itu bisa ditebak. Pasalnya selama ini lembaga itu memang perang panjang dengan MA. Salah satunya soal kapasitas lembaga itu untuk memeriksa hakim.Satu hal, merunut komentar Thahrir, berarti bagi hakim-hakim yang ingin WO ketika sidang digelar, bukan sebuah pelecehan peradilan. Benar demikian?
I Made Hendra Kusumah, anggota majelis Hakim Tipikor :
“Kita Bukan Ingin Cari sensasi”
Hakim keluar sewaktu memimpin sidang baru pertama kali terjadi di negeri ini. Tapi Rabu pekan lalu hal itu dipertontonkan oleh hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Pelakunya ada tiga orang. Mereka adalah Dudu Duswara, Achmad Linoh dan I Made Karna. Para "wakil Tuhan" ini sengaja memboikot sidang karena tak sependapat dengan Ketua Majelis hakim, Kresna Menon. Tapi, tindakan itu bukan tanpa alas-an. I Made Karna pun menjelaskannya. Kepada irawan Santoso dari FORUM, hakim nonkarier itu memberi argumen tindakannya itu. Berikut petikannya.
Apa alasan Anda sehingga Walk Out (WO)?
Kita minta musyawarah tapi tidak diakomodasi oleh ketua majelis. Kan ada permohonan dari para pihak. Dalam hal ini ada permohonan dari penuntut umum. Karena ada permohonan ini maka majelis hakim harus bersikap. Nah, yang bersikap adalah majelis bukan ketua majelis saja. Lima orang anggota majelis ini harus berunding tentang permohonan itu.
Dalam penetapan yang pertama, majelis hakim menyetujui bahwa Bagir tidak perlu dihadirkan sebagai saksi. Mengapa kini Anda menampiknya?
Yang pertama memang kami musyawarah. Kalau sudah dimusyawarahkan seperti yang pertama itu, ya kami setuju. Tapi karena ada permohonan lagi, dan berdasarkan Pasal KUHAP 160 ayat 1 c, sebelum putusan dijatuhkan, balk penuntut umum maupun terdakwa, atau penasehat hukum berhak untuk rnengajukan saksi ataupun ahli. Dan hakim wajib untuk mendengarkannya. Apalagi penuntut umum kala itu memberikan prolog bahwa alasan yang pertama itu keliru. Nah, tentu kita ingin musyawarahkan lagi permohonan yang kedua kalinya ini.
Apakah Anda mundur sebagai anggota majelis hakim dalam perkara itu?
Tidak.Kita kan hanya menginginkan agar permohonan itu dirundingkan.Kalau nanti kita diajak berunding, ya kita akan berunding.
Jadi Anda menilai Bagir Manan wajib menjadi saksi?
Kita belum sampai ke person. Tapi hukum acaranya. Jadi siapapun orangnya, menurut KUHAP itu hakim wajib mendengarkan. Sebelum dijatuhkannya putusan, pemeriksaan sudah selesai pun, bila besok diambil putusan, sekarang pun saksi masih boleh dihadirkan.
Apakah Bagir tergolong sebagai saksi yang berkualitas?
Kalau dilihat dari surat dakwaan, ada nama Bagir. Lalu dari cerita surat dakwaan, disebutkan Pak bagir itu tujuan dari penyuapan itu sendiri. Kemudian dalam BAP saksi, ada BAP-nya Pak Bagir. Di tingkat penyidikan saja, Pak bagir mau diperiksa. Apalagi di tingkat pengadilan. Selain itu, kalau kita lihat dalam UUD 1945, setiap orang bersamaan kedudukannya dalam hukum. Termasuk juga dalam UU Kekuasaan kehakiman. Equality before the law.
Tindakan itu, apakah Anda tidak takut dituduh melanggar contempt of court? Kita hanya memikirkan untuk menegakkan prinsip kebenaran dalam hukum, apapun risikonya. Jadi kalau besok-besok bakal diperiksa, apapun risikonya kita hanya menegakkan prinsip penegakan hukum. Begitu kita melihat ada prinsip kebenaran hukum yang dilanggar, maka harus ada
Jadi apakah akan tetap walk out bila Bagir tetap tidak dijadikan saksi? Masalahnya bukan di Pak Bagir. Kita hanya menginginkan agar musyawarah itu dirundingkan kembali.
Tapi alasan dari Kresna Menon (Ketua majelis hakim-red) menganggap bahwa kehadiran Bagir sebagai saksi sama sekali tidak ada relevansinya?
Nah, makanya kita kan belum bisa meniJai, apakah saksi itu bernilai pembuktian atau tidak. Wong belum di dengarkan kok. Tapi dalam surat dakwaan, nama Bagir kan termaktub. Dan dia sebagai sasaran yang mau dituju dalam tindak pidana yang didakwakan.
Dari keterangan saksi-saksi dan terdakwa yang sudah diperiksa, apakah relevansi itu sudah bisa diketahui?
Untuk masalah itu sudah masuk ke wilayah mated perkara. Saya tidak boleh berkomentar dulu tentang perkara. Hakim hanya berbicara dalam putusannya.
Tragedi hakim walk out ini kan baru pertama kali, komentar Anda?
Kita bukan untuk membuat sensasi. Semata-mata hanya untuk menegakkan prinsip hukum saja.
No comments:
Post a Comment